Isinya adalah terjemahan quotation dari Dr. APJ. Abdul Kalam yang jadinya seperti ini:
SELALU TINGGALKAN KANTOR TEPAT WAKTU
Orang yang bekerja sampai larut malam dikantor, bukanlah pekerja keras. Melainkan orang yang bodoh yang tidak tahu cara me-manage pekerjaan. Dia adalah orang yang tidak efisien dan tidak kompeten dalam pekerjaannya.
Bekerja adalah sebuah proses yang tidak pernah berhenti, tidak akan pernah selesai; Perhatian terhadap klien adalah penting tetapi keluargamu lebih penting; Jika kamu jatuh dalam hidupmu, bukan boss atau klienmu yang akan menolong, tetapi keluarga dan teman dekat yang membantumu.
Hidup tidak hanya tentang bekerja, kantor dan klien, tetapi ada hidup yang lain yaitu bersosialisasi, rekreasi, releks dan olahraga. Jangan membuatnya tanpa arti. Kamu tidak bersekolah tinggi dan berjuang hanya untuk menjadi mesin/robot.
Apabila boss anda memaksamu untuk pulang larut malam, bisa jadi dia adalah orang yang tidak efektif dan tidak mengetahui apa arti hidup.
Cintai pekerjaanmu, tapi jangan cintai perusahaan. Karena kamu tidak akan pernah tahu, kapan perusahaan itu berhenti mencintaimu.
Baca tulisan di atas, gue jadi pengen berkomentar. Tapi sebelumnya ada beberapa hal yang perlu dicatat terkait komentar gue:
- Gue ga kenal sama penulis versi bahasa Indonesia dari tulisan yang gue quote di atas. Gue dapat dari repath-an pihak ketiga (atau kesekian). Kepada penulis versi Bahasa Indonesia di atas, mohon maaf kalau tulisannya diambil tanpa ijin dan dikomentari.
- Yang gue komentari adalah versi Bahasa Indonesia quotation dari Dr. APJ. Abdul Kalam seperti yang tertulis di atas yaaa.. Bukan quotation dalam versi Bahasa Inggris-nya.
- Yang akan gue tulis adalah murni pendapat pribadi dari sisi gue sebagai perempuan lajang tanpa anak yang bekerja di level manajemen menengah dengan kehidupan bersosialisasi yang 75% aktif. Jadi tolong jangan di-general-isasi bahwa semua perempuan lajang tanpa anak yang bekerja akan punya pendapat yang sama seperti gue.
Berdasarkan pengalaman pribadi selama 11 tahun bekerja, gue setuju dengan pernyataan: "Tinggalkan kantor tepat waktu". Apalagi Pak Boss di kantor sekarang hobi banget buat 'ngusir' anak buahnya pulang tepat waktu :p
Dan gue setuju dengan pernyataan: "Cintai pekerjaanmu, tapi jangan cintai perusahaan."
Tapi untuk pernyataan bahwa orang yang meninggalkan kantor larut malam adalah orang yang bodoh, tidak tahu cara me-manage waktu, tidak efisien dan tidak kompeten dalam pekerjaannya, gue tidak setuju.
Selama 11 tahun bekerja, Alhamdulillah gue selalu berusaha datang pagi sebelum jam kantor mulai dan pulang tepat waktu di akhir jam kerja selesai. Tapi ga jarang juga gue keluar kantor 30-60 menit setelah jam kerja atau bahkan lebih larut.
Gue terkadang lembur dan pulang melebihi jam kerja normal karena ada beban dan skala prioritas dalam pekerjaan gue. Gue harus tahu apa yang harus diselesaikan hari ini dan apa yang bisa dikerjakan nanti tapi tidak ditunda besok. Karena apa-apa yang ditunda besok nantinya akan selesai lebih lama.
Contoh, waktu di Organisasi Titi Teliti. Kerjaan gue sebagian besar adalah mengatur event berupa working group meeting. Dan itu gue lakukan sendirian. Karena melibatkan banyak orang dari berbagai latar belakang dan belahan dunia, makanya ditentukan dari jauh-jauh hari jadi gue punya time table untuk masing-masing meeting. Dan karena dulu si Ibu Boss pegang beberapa proyek, terkadang dalam 1 bulan bisa ada 2 meeting yang harus diatur. Meeting paling banyak yang gue atur dalam waktu mepet? 4 meeting dalam waktu 2 bulan dan di 4 negara yang berbeda.
Hectic? Pasti. Meja gue penuh tumpukan menggunung kertas-kertas dokumen. Email gue penuh reservasi tiket, hotel, mobil, visa, dan email dengan para peserta. Telepon meja gue ga berhenti berdering.
Ribet? Banget. Karena orang-orang yang diundang adalah orang-orang yang berbeda. Jadi ga boleh salah siapa, dari mana, untuk meeting apa. Dan gue harus menghafal meeting apa lokasinya dimana.
Lembur? Sering. Karena kalau tidak, semuanya ga selesai dan akan berantakan. Ga jarang di saat itu terkadang gue sudah pegang kerja jam 07.30 pagi. Demi bisa berhubungan dengan peserta meeting dari Australia atau dengan pihak hotel di Shanghai. Atau malah pulang larut karena hotel di India masih kirim email sore hari dan demi bisa mengerjakan perintilan meeting seperti seat layout, agenda, meeting guidelines buat peserta, dan lain-lain.
Beban dan skala prioritas pekerjaan itulah yang bikin gue lembur. Karena di saat office hours gue harus menyelesaikan semua urusan yang berhubungan dengan berbagai pihak yang punya jam kerja, seperti urusan hotel, tiket pesawat, meeting arrangement, financial matters, dan internal circulation.
Hasilnya? Alhamdulillah, saat itu Ibu Boss dan semua peserta bisa senyum senang dengan pengaturan gue. Semua dapat visa, tidak ada yang tertinggal pesawat, dan tidak ada yang tidak terjemput di bandara.
Kesalahan? Sudah pasti ada. I'm not perfect. Tapi semua masih dalam tahap bisa diatasi dan dimaafkan. Namanya juga manusia. Tempatnya salah..
Kalau gue lembur karena gue bodoh, tidak tahu cara mengatur waktu, tidak efisien, dan tidak kompeten dalam pekerjaan gue, keempat meeting tersebut ga ada satu pun yang jalan dan beres dengan sukses. Just saying..
Jujur. Gue ga suka lembur. Sampai sekarang. Pulang malam, susah dapat kendaraan umum, capek, bikin jam tidur berkurang. Gue lebih suka pulang tepat waktu. Perjalanan jauh, Jenderal. Rumah di Planet Bekasi.
Tapi setiap kali gue melakukan lembur, itu bukan karena kecintaan akan perusahaan tempat gue bekerja. Tapi karena tanggung jawab akan pekerjaan yang gue lakukan. Karena gue cinta pekerjaan gue. Itu sebabnya.
Mungkin alasan gue itu juga yang jadi alasan orang-orang yang sering pulang larut malam. Because of responsibility. Karena tanggung jawab. Mereka juga pastinya ingin kok pulang kerja tepat waktu dan bersenang-senang.
Cinta perusahaan? Itu cinta semu. Mending cinta martabak keju.. hihihi..
Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing. Bebas. Tapi jangan sampai pendapatnya itu lalu meng-general-isasi pihak tertentu. Setuju? ;)
Oia.. Kalau mau menerjemahkan sesuatu ke dalam Bahasa Indonesia siy seharusnya dilihat lagi konteksnya dalam bahasa aslinya, jangan terlalu bebas menerjemahkannya :) hehehe.. (Baca lagi deh yaaaa quotation Dr. APJ Abdul Kalam aslinya..)