Picture: Private Property of Life Connection
Dear Santa,
Dua Purnama sudah terlewati sejak hari pertama jantungku berhenti berdetak saat melihat gambar wajahmu di samping 140 huruf yang kau tulis.
Wajahmu menarik mataku.
Tapi tulisanmu lah yang menarik hatiku.
Tak sebijak filsuf terkenal dunia, tak juga segombal pujangga picisan, tapi tulisanmu punya daya tarik yang kuat.
Setidaknya untuk aku perhatikan.
Satu tulisan ke tulisan lain.
Sampai akhirnya tak kuasa aku pun berkomentar di salah satu tulisanmu.
Tak berharap banyak kamu akan berkomentar balik.
Tapi nyatanya kamu membalas, Santa!
Ribuan bunga warna-warni serasa bermunculan di hatiku.
Entah siapa yang menebar benihnya di sana.
Tapi sapaanmu membuatnya tumbuh.
Sapaanmu yang membuatnya bermekaran menjadi cantik.
Hatiku penuh.
Aku selalu suka dengan Desember.
Selain karena aku lahir di bulan itu, ada Natal di Desember.
Entah apa yang membuat aku suka dengan Natal.
Padahal aku tidak merayakannya.
Dan tidak pernah juga tinggal di luar negeri yang biasanya bersalju di saat Natal.
Desember kemarin menjadi Purnama Pertama sejak mengenalmu.
Dan di Purnama Pertama itu aku tahu bahwa aku punya Santa.
Kamu.
Tiga tahun bersekolah di Sekolah Katolik tidak bisa membuat aku mempunyai Santa.
Bermimpi pun tidak.
Tapi berpuluh tahun setelahnya, aku malah menemukan kamu.
Santa,
Mungkin ini terlalu awal untuk bisa dibilang bahwa aku jatuh cinta sama kamu.
Aku hanya bisa bilang bahwa kamu bisa membuat aku tersenyum lewat tulisanmu.
Biarlah kata demi kata yang berbicara untuk kita.
Selama aku bisa menikmati senyum yang kau buat, aku bahagia.
Kuss kuss,
Aku
No comments:
Post a Comment